Thursday, July 21, 2016

JANGAN DATANG KE BANJARNEGARA, ...

Sumber: budparbanjarnegara.com
Manusia, selalu mempunyai cara untuk menuangkan tentang cerita cinta dan mengagungkan sebuah eksotisme ciptaan Tuhan. Selalu ada rasa takjub dalam sanubari, ketika melihat sebuah mahakarya ciptaan Tuhan yang mengandung kekaguman. Serpihan-serpihan ‘surga’ begitu banyaknya terpampang di hampir seluruh wilayah Indonesia. Sudah menjadi kodrat manusia menyukai keindahan, baik keindahan bentuk keelokan seni, kemegahan alam, keagungan pemandangan dan masih banyak bentuk ketakjuban estetika lainnya.
Alunan harmoni dan rasa cinta dalam jiwa manusia merupakan sifat ilahi yang hampir pasti dimiliki oleh setiap manusia yang terlahir kedunia. Keistimewaan manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna tercermin dari rasa peka dan empati dalam hati ketika menikmati keelokan sebuah mutiara yang terpampang jelas didepan mata. 
Ada sebuah falsafah menarik, “berjalanlah, setelah itu lihat dunia dengan mata dan hatimu”, falsafah ini mengajarkan kepada kita bahwa dunia ini luas, kita itu kecil, maka keluar rumah dan lihatlah, betapa sekeliling kita penuh dengan bentangan alam yang mempeosona mata. Selain mata secara harfiah, mata hati juga akan tergetar tatkala kita melihat mahacipta Tuhan, seolah jiwa tertaut pada pujaan hatinya ketika sudah sekian lama tidak dipertemukan.
Seperti kisah Arjuna yang ingin mendapatkan cintanya dengan mengikuti sayembara untuk mendapatkan hati Drupadi, Puteri mahkota Kerajaan Panchala yang terkenal cantik dan mempesona. Kisah ini mengisyaratkan tentang perjuangan para Pandawa yang terbuang dan menyamar sebagai Brahma di Ekacakra. Sayembara ini dilaksanakan oleh Raja Drupada dari Panchala. Raja Drupada berjanji, barang siapa yang berhasil memenangkan sayembara, maka akan dinikahkan dengan putrinya.
Sayembara ini juga didengar oleh para Kurawa, semua mencoba, dari Duryudana, Sisupala, Jarasanda, Salya semuanya gagal. Hingga akhirnya Karna mencobanya, dia hampir saja memenangkan sayembara itu. Semua meyakini kalau Karna yang akan memenangkan sayembara itu, tapi Karna pun gagal. Para pangeran yang sudah mencoba dan gagal menganggap bahwa sayembara itu hanya untuk mempermalukan semua peserta karena terlalu sulit, bahkan dikatakan mustahil dilakukan. Kenapa dikatakan mustahil? karena ada sebuah busur besi raksasa yang sangat besar dan berat. Belum lagi sasaran itu digantungkan dibelakang cakra yang berputar tanpa henti.
Semua pangeran dari berbagai kerajaan masih gagal, tiba saatnya Arjuna yang sedang menyamar sebagai Brahma akhirnya mencoba. Awalnya banyak cibiran yang datang dari berbagai pihak, namun Arjuna tetap mencoba mengangkat busur dan membidik cakra yang berputar itu. Akhirnya Arjuna berhasil membidik dengan tepat sasaran. Arjuna memenangkan sayembara dan berhasil menikahi Drupadi.
Kisah nama besar Arjuna dan perjuangannya mencari cinta diabadikan menjadi nama sebuah Candi yang ada di Dieng (Komplek Candi Arjuna), sebuah candi Hindu tertua di Jawa yang dibangun pada masa Mataram Kuno. Eksotisme candi ini bisa dilihat dari dua deret candi yang saling berhadapan, dari sebelah Timur terdiri dari Candi Arjuna, Srikandi, Puntadewa, dan Candi Sambadra. Disebelah Barat ada Candi Semar, selain itu Candi-candi lain yang ada disekitarnya masih banyak, seperti Candi Gatotkaca, Bima, Setyaki, dan Dwarawati

Sumber: andoyoanny.wordpress.com
Komplek Candi Arjuna ini tidak sendirian di perwisataan Dieng, selain wisata candi yang penuh dengan nilai sejarah, di Dieng terpampang juga wisata budaya dan alamnya. Lihat saja wisata Alam di Kawah Sikidang. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Komplek Candi Arjuna, sekitar 2 KM, dan bisa ditempuh hanya sekitar 5 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Disini airnya selalu mendidih dan menyemburkan gas belerang, yang unik, kawah ini ternyata tidak terletak di gunung, namun didaratan yang semua orang bisa melihatnya dari jarak yang cukup dekat. 

Sumber: panduanwisatadieng.com
Setelah sampai di Kawah Sikidang, kurang lengkap rasanya kalau tidak sekalian berkunjung ke Telaga Warna. Perjananan juga tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 2 KM. Telaga ini dijuluki sebagai 'Telaga Negeri di Atas Awan'. Ada dua telaga yang saling berdekatan satu sama lain, yaitu Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Kenapa disebut Telaga Warna? hal ini dikarenakan kandungan Belerang yang sangat tinggi dan juga dipengaruhi oleh pancaran cahaya Matahari yang menyinari permukaan telaga.

Sumber: paketwisatadiengmurah.com
Apa hanya ada Telaga Warna dan Telaga Pengilong? Tentu tidak, ada telaga-telaga lain seperti Telaga Balekembang, Telaga Cebong, Telaga Merdada, Telaga Dringo, Telaga Semiwi, dan Telaga Manjer.
Hanya sekitar 3 menit dari Telaga Warna, ada sebuah pusat Interpretasi alam dan budaya, Dieng Plateau Theater (DPT) namanya. Pusat informasi ini dilengkapi dengan sarana audiovisual dan file dokumenter yang menjelaskan tentang berbagai wisata serta budaya masyarakat disekitar Dieng. Tidak main-main, tempat ini diresmikan langsung oleh Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 9 Maret 2006.


Sumber: indonesiakaya.com
Selain pesona wisata utama diatas, di daerah Dieng ada berbagai tempat-tempat wisata populer yang sangat layak didatangi, sedikitnya ada 10 obyek wisata utama disekitar Dieng, silahkan pilih-pilih dan coba ke (1) Gardu Pandang Tieng, (2) Tuk Bimolukar, (3) Gunung Sikunir, (4) Komplek Goa-goa Alam, (5) Museum Kailasa Dieng, (6) Kawah Sileri, (7) Pendopo Soeharto Whitlam, (8) Sumur Raksasa Jalatunda, (9) Kawah Candra Dimuka, dan (10) Pos Pengamatan Gunung Api.
Pusing karena terlalu banyak? Bingung belum pernah kesana? Tenang, sekarang ada program ‘Wisata Tour Dieng’, yang menawarkan beragam Paket Wisata yang sudah dikemas secara lengkap, dari paket 1 hari, paket 2 hari 1 malam, paket minat khusus sampai paket kendaraan sendiri tersedia. Semuanya ada fasilitas-fasilitas khusus yang ditawarkan. Tunggu apa lagi, yuuu pesan disini..
Ada yang bertanya, apakah komplek dataran Dieng hanya dimiliki Kabupaten Banjarnegara? Memang tidak, karena wilayah ini berbagi dengan Kabupaten Wonosobo. Lalu apa yang dibanggakan kalau wisatanya berbagi dengan daerah lain,? Eeeitt... itu hanya salah satu pilihan wisata yang ada di Banjarnegara. Mari kita turun gunung untuk melihat yang lainnya. Tapi sebelum turun gunung, ada satu wisata baru yang harus dicoba, sebuah wisata air yang masih berada di Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng, memiliki fasilitas air hangat alami yang berasal dari sumber mata Air Sileri Dieng. Wahana air ini yang tertinggi di Jawa, bahkan di Indonesia loh..

Sumber: diengwaterpark.blogspot.co.id

Berjuta Pesona Lainnya
     Banjarnegara termasuk kedalam trah ngapakers dan termasuk kedalam wilayah Jawa Tengah. Tentu kita semua tahu, bahwa orang-orang ngapak merupakan orang Jawa yang terkenal dengan ke-khasan logat dan keramahannya. Mengenai masalah wisata, bukan hanya ada di gunung saja, bahkan dipusat kota Banjarnegara ada sebuah Taman Rekreasi Margasatwa (TRM) Serulingmas. Disana kita bisa belajar sekaligus refresing. Lokasinya juga sangat mudah dicari, akses jalan menuju ke lokasi sangat mudah dijangkau. Dari alun-alun Banjarnegara tinggal ke Utara sedikit, kemudian belok kiri menuju Jalan Selamanik No. 35 Banjarnegara.

Sumber: budparbanjarnegara.com

     Tidak jauh dari Kebun Binatang Serulingmas (sekitar 350 Meter), ada sebuah obyek wisata terpadu bernama Serayu Park. Serayu Park menyedikana berbagai fasilitas tambahan seperti Waterboom, Restaurant, dan Family Karaoke yang dibangun dalam satu kompleks. Nah, ada satu lagi wahana baru yang masih berkaitan dengan air, sebuah obyek wisata terpadu antara fungsi pendidikan dan hiburan. Wisata ini bernama Surya Yudha Water Park and Waterboom, terdiri dari 7 kolam renang dengan berbagai ukuran dan kedalaman. Disediakan pula fasilitas umum lainnya seperti Kolam Terapi Ikan, Hotel, Sport Center, dan Family Karaoke.

Sumber: triptrus.com

     Bagi yang suka tantangan adrenalin. Arung Jeram bisa menjadi pilihannya, di Banjarnegara ada sebuah sungai yang menawarkan uji nyali, Sungai Serayu. Sungai ini membelah wilayah Banjarnegara. Dimulai dari Desa Tunggoro menuju Desa Singomerto Kecamatan Sigaluh dengan panjang -+ 12 KM. Kelas yang ditawarkan ada beberapa jenis, yaitu excellent, middle, exotic, family fun dan river camp. Bahkan tahun 1997, di lokasi ini dijadikan sebagai lokasi Kejurnas I Arung Jeram. kemudian pada bulan April 2010 di lokasi ini juga dilaksanakan Australasian Champ 2010. Ingin mencoba tapi butuh pemandu? silahkan hubungi operator yang siap melayani dan mendampingi wisatawan, mampir aja disini.
Masih ada kaitannya dengan air, Banjarnegara mempunyai sebuah waduk dengan membendung Kali Serayu, Waduk Mrica lebih banyak orang menyebutnya. Nama resimnya sebetulnya Bendungan PLTA Panglima Besar Jendral Sudirman. Lokasinya ada di Desa Bawang, tepatnya sekitar 9 KM arah Barat dari pusat kota Banjarnegara dan berada di pinggir jalan raya Banjarnegara-Purwokerto. Dari jalan raya sedikit masuk kedalam, ditandai dengan gapura wisata menuju Waduk Mrica.
    Waduk Mrica Merupakan lokasi wisata yang sangat menarik, karena disamping hamparan air yang sangat luas, juga terdapat bukit-bukit yang rimbun oleh pepohonan indah dan asri. Bendungan yang mempunyai panjang 6,5 Km dan luas 1.250 Ha merupakan bendungan terbesar di Asia Tenggara dan mempunyai kapasitas tenaga listrik sebesar 184,5 MW. Disini banyak fasilitas wisata yang disediakan, diantaranya, wisata air (perahu motor, dayung dan memancing), play ground untuk anak-anak, panggung terbuka untuk pertunjukkan (konser), padang golf 8 hole dan utamanya adalah sajian panorama waduk yang indah. 


Sumber: triptrus.com
   Sudah puas menikmati keelokan Banjarnegara? tidak lengkap rasanya belum membawa cendramata untuk dijadikan oleh-oleh, ada Kramik Klampok, jaraknya sekitar 35 KM dari pusat kota. Kerajinan Kramik ini sudah ada bahkan sebelum Republik Indonesia merdeka, sekitar tahun 1930-an tepatnya. Hingga saat ini, masih banyak pengrajin yang tetap eksis menjajakan kerajinan kramiknya disepanjang jalan raya Purworejo-Klampok. banyak pilihan model dan warnanya, tergantung selera anda.


Sumber: budaya-indonesia.org
   Kalau sudah dapat oleh-oleh kramik khas Klampok Banjarnegaranya. Terakhir giliran mengisi perut dengan masakan khas Banjarnegara. Tidak lengkap kalau belum makan Soto Krandegan dan minumannya Dawet Ayu Khas Banjarnegara. Minuman khas tradisional ini merupakan minuman khas Banjarnegara yang sudah menyebar dihampir seluruh Indonesia. Sebenarnya masih banyak makanan lainnya yang menjadi ciri Banjarnegara, seperti Salak Pondok, Buntil, Serabi dan Purwaceng yang tidak kalah penting untuk para bapak-bapak agar bisa 'membara'.
    Seperti membaranya jiwa ketika datang ke Banjarnegara. Hingga huruf ini dibaca oleh pembaca, belum tuntas wisata Banjarnegara diutarakan. Tulisan diatas hanya sebagian besar wisata yang ada di Banjarnegara, masih banyak pesona yang belum sempat dirangkai dengan kata..

Jangan Datang, Jika...

   Berjuta kata tak akan cukup untuk menerjemahkan keindahan wisata di Banjarnegera, apalagi hanya lewat rangkaian tulisan. Banjarnegara salah satu mahakarya dengan pesona yang luar biasa, yang bisa meluluhkan hati kedalam perangkap cinta yang menyiksa dada, seolah tak ingin lepas dan pergi meninggalkannya. 
     Banjarnegara sebuah wilayah ngapakers yang ramah akan menggugah rasa yang tersimpan diruang hati kita. Maka, lebih baik jangan datang ke Banjarnegara, jika tidak ingin jatuh cinta dan menemukan cinta sejati layaknya Arjuna mendapatkan hati Drupadi. Seperti hati saya, yang terpikat setiap liburannya untuk mendatanginnya. Seperti cinta saya yang terpaut dengan orang yang dekat dengan wilayah Banjarnegara (Daerah Kejobong, Purbalingga, Jawa Tengah merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Banjarnegara, hanya sekitar 40 menit sudah sampai di pusat kotanya). Saya pun takluk oleh aura kecantikan istri saya yang secara geografis sangat dekat dengan Banjarnegara, sama seperti tempat wisatanya.
    Dengan aura keindahannya, wisata Banjarnegara menawarkan kasih sayang untuk membuat hati dan mata terikat dan memikat siapapun yang berani mendatanginnya. Sekali lagi, saya sarankan, jangan datang ke Banjarnegara jika tak ingin takluk dan terbuai rayuan dalam pelukan keindahan wisata di Banjarnegara. Temukanlah, Datangilah dan Cintailah!!! #Mayuh Plesir Maring Banjarnegara....

Monday, July 18, 2016

MEMAYU HAYUNING SAMUDRO



Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, alamnya sangat dikagumi oleh berbagai bangsa, hingga kekayaan ragam budayanya. Misalkan dalam dunia kelautan, orang Indonesia punya banyak budaya dan pegangan hidup yang sudah dilakukan oleh nenek moyang sejak turun-temurun untuk menjaga dan melestarikan kekayaan laut. Salah satu masyarakat Indonesia yang mempunyai falsafah hidup itu adalah orang Jawa. Falsafah ini adalah Memayu Hayuning Samudro. Pertanyaanya, apa hubungan falsafah ini dengan kelestarian laut?

Glokalisasi
Pengaruh kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat besar perannya dalam membentuk wajah Indonesia. Pengaruh globalisasi ini akan membentuk identitas lokal menjadi identitas nasional hingga global, atau yang sering disebut glokalisasi. Konsep glokalisasi ini dipopulerkan oleh Roland Robertson pada tahun 1977.
Menurut Roland Robertson, glokalisasi adalah penyesuaian produk global dengan karakteristik lokal. Dalam glokalisasi, akan memunculkan interpretasi produk global dalam konteks lokal yang dilakukan oleh masyarakat dalam berbagai aspek wilayah budaya. Memang pada dasarnya glokalisasi timbul dan merupakan efek dari globalisasi, namun substansi dari glokalisasi tetap mempunyai gen cita rasa lokal untuk mempertahankan identitas nasional.
Identitas masyarakat Jawa pada umumnya mengetahui akan pentingnya sumber daya alam untuk kelangsungan hidup manusia. Untuk itulah, para nenek moyang kita telah menentukan hari penyelamatan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup beserta isinya. Orang Jawa menyebutnya dengan Memayu Hayuning Bawana, menurut Suwardi Endraswara falsafah ini mempunyai arti penyelamat keseimbangan alam dan lingkungan tempat manusia hidup.

Revitalisasi Tradisi
            Salah satu caranya untuk menjaga dan menyelamatkan keseimbangan laut yaitu dengan kembali pada kearifan lokal kita (local genius), dengan lebih spesifik falsafah kearifan lokal Memayu Hayuning Bawana menjadi Memayu Hayuning Samudro yaitu menyelamatkan keseimbangan laut. Biasanya orang Jawa melakukan falsafah Memayu Hayuning Samudro dengan membuat ruwatan atau sedekah atau slametan.
             Tindakan nyata dari falsafah ini diwujudkan dengan upacara tradisional Sedekah Laut.Upacara ini dilakukan untuk masa awal musim penangkapan ikan setelah masa paceklik, sehingga kalau melaut lagi, tangkapan ikan akan sangat banyak. Oleh karena itu, upacara ritual Sedekah Laut ini dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur para nelayan kepada Tuhan karena nelayan telah diberi rejeki barupa hasil tangkapan ikan yang melimpah. Dalam upacara ini biasanya nelayan tidak diperbolehkan melaut, hal ini sebetulnya memberikan kesempatan ikan untuk berkembang biak.
Sekarang momentum yang tepat untuk melihat kembali peradaban bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim dan sebagai negara kepulauan terbesar didunia, serta merupakan negara agraris yang memiliki pertanian dan kehutanan bagi penduduknya. Seperti falsafah Jawa, Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara artinya manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.
Selain itu mari kita terus membuka mata kita, awasi selalu setiap usaha yang berpotensi menghancurankan laut Indonesia. Pemerintah sudah mulai melakukan perubahan paradigma pembangunan nasional, dari orientasi pembangunan darat menjadi orientasi pembangunan laut. Dengan begitu, harapannya seluruh kebijakan publik dan sumberdaya finansial secara terintegrasi diarahkan untuk menunjang pembangunan kelautan tanpa menghilangkan warisan lelulur kita. Perubahan paradigma ini bukan berarti kita melupakan pembangunan didarat, justru harus diintegrasikan pembangunan ekonomi di darat dan di laut.
Sejuta harapan pada negara kita untuk menjadi poros maritim dunia tidak akan menjadi khayalan semata dalam beberapa tahun kedapan jika kita bersama dan saling bersinergis. Dengan falsafah Memayu Hayuning Samudro, mari jaga dan kelola kekayaan laut kita bersama-sama.

Daftar Pustaka
Endraswara, Suwardi. 2013. Memayu Hayuning Bawana. Yogyakarta: Narasi.
Kelompok Kerja Penyelarasan Data Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011.

Dimuat di Satelitpost 12 Juli 2016.